Belajar Jurnalistik Online

Belajar Jurnalistik Online

Minggu lalu saya baru dapat rezeki berupa buku gratis dari Pameran Buku di Bandung. Biasanya saya seringkali menyempatkan berkunjung, itung-itung untuk menambah koleksi buku biar lebih semangat naikin minat baca. Modalnya cuma ikut berkomentar di postingan official Pameran, dan bersyukur ternyata bisa dapat juga. Judul bukunya Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online karya Romli (2018) cetakan ke-2.

Penulis yang biasa dikenal Kang Romel adalah seorang praktisi media online yang saat ini masih tetap beraktivitas jurnalistik di sejumlah media cetak dan elektronik. Selain buku ini pun ia sudah banyak menerbitkan beberapa buku, terutama yang berhubungan dengan dunia jurnalistik (selengkapnya bisa mengunjungi blognya di romeltea.com). Oh iya dalam buku ini ada perbedaan isi sedikit dari cetakan pertamanya (2012), atau setidaknya dari ke-3 cetakan sebelumnya (edisi revisi). Dengan penambahan 8 bab yang juga menarik untuk dibahas seiring banyaknya istilah terkait yang mulai bermunculan (hoax, meme, clickbait, netizen).
Buku Jurnalistik Online, Romli Kang Romle (2018)
Selain itu, beberapa diantaranya membahas dari sisi prinsip, karakter, sejarah dan jenis media online, bahkan jurnalistik masa depan. Adapun membahas mengenai citizen journalism (jurnalistik warga), kode etik, gaya dan teknik penulisan, tipografi, teknik seo, kredibilitas media online, strategi pengelolaan media sosial instansi/perusahaan, dan kualifikasi wartawan media online, yang mana disertai beberapa contoh dan didukung pendapat para ahli/artikel terkait. Bahkan dari buku ini saya jadi mengetahui, jika ternyata dalam media online pun bisa terdapat breaking news, yaitu berita tak terduga yang sangat penting untuk segera disampaikan, biasanya bersifat mengejutkan.

Di era teknologi-informasi ini, dunia jurnalisme memang semakin berkembang terutama pada kalangan masyarakat modern. Sebelum adanya teknologi internet, kita hanya tau bahwa hanya orang-orang tertentu yang bisa menjadi jurnalistik. Hakikatnya, saat ini hal itu tidak berlaku, karena semua orang sekarang bisa menjadi jurnalis dengan memanfaatkan media online yang ada, dengan catatan mentaati kode etik yang ada (di Indonesia disahkan pada 3 Februari 2012 yaitu Pedoman Pemberitaan Media Siber/PPMS).

Jurnalistik sendiri yaitu memberitakan sebuah peristiwa atau menyampaikan sebuah informasi. Unggulnya jurnalistik online dengan yang konvensional (media cetak) adalah kecepatan, kemudahan, tidak dibatasi ruang dan waktu (durasi), bisa dibuat kapan dan di mana saja, serta bisa melakukan interaksi langsung dengan pembaca (biasanya dari kolom komentar). Adapun kelemahannya, yaitu menyangkut dari kredibilitas medianya dari akurasi dan keakuratannya yang mana seringkali media online lebih mengutamakan kecepatan.

Berhubung banyaknya materi yang ada dalam buku ini, saya akan coba bahas sebagian saja yang kemungkinan paling menarik menurut saya atau cukup penting untuk diketahui banyak orang, terutama bagi teman-teman yang minat terhadap jurnalistik online.

Sejarah Jurnalistik Online
Teknologi internet dikembangkan sekitar tahun 1990-an, hal ini pula yang beberapa tahun kemudian tanggal 17 Januari 1998 disebut sebagai kelahiran jurnalistik online. Ketika Mark Druge mempublikasikan kisah perselingkuhan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton dengan Monica Lewinsky di website pribadinya Drudge Report. Setelah itu, awal tahun 2000-an mulai muncul beberapa situs pribadi yang berisi laporan jurnalistik pemiliknya (website blog/weblog).

Sama halnya di Indonesia, awal mula berkembangnya jurnalistik online dengan adanya berita/peristiwa yang menggemparkan, yaitu saat berakhirnya era pemerintahan Orde Baru saat Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Kabar ini tersebar melalui mailing list (milist) yang sudah mulai dikenal di kalangan aktivis demokrasi dan mahasiswa. Setelah itu, beragam media online di Indonesia pun bermunculan.
Kondisi Gedung DPR Mei 1998 (Pendudukan Gedung DPR/MPR - Wikipedia)
Sejarah Citizen Journalism
Konsepnya adalah setiap orang bisa menjadi wartawan, dan kian mendapat tempat ketika berbagai media online seperti situs berita menyediakan fasilitas blog bagi pembaca. Awal mula perkembangannya sendiri, ketika dunia digegerkan dengan berita serangan menara kembar WTC di New York, Amerika Serikat, yang dikenal serangan 11 September 2001 (9/11). Penyebarannya bermula dari gambar amatir yang diambil seorang warga yang kebetulan berada dekat di lokasi kejadian.
Serangan Menara WTC (9/11: Iconic images - REUTERS/Sara K. Schwittek)
 Kemunculan di Indonesia, dengan tragedi tsunami di Aceh yang diliput sendiri oleh korban. Video detik-detik Tsunami 26 Desember 2004 hasil rekaman Cut Putri ditayangkan oleh semua stasiun televisi. Hal ini menyadarkan jika warga biasa bisa berperan penting dalam menyebarkan berita dan informasi penting.

Blogger vs. Jurnalis
Masih terjadi perdebatan mengenai blog itu termasuk dalam dunia jurnalistik atau bukan. Menurut wikipedia, kalangan wartawan konvensional menilai jika blogger tidak bisa disebut jurnalis (wartawan), karena blog biasanya berisi catatan (online diary) atau komentar blogger tentang berbagai masalah/isu aktual atau fokus pada bidang tertentu. Namun, jika mengacu pada makna dasar jurnalistik, catatan harian atau laporan tentang peristiwa sehari-hari yang dibuat blogger pun bisa disebut sebagai karya jurnalistik. Bahkan dalam buku ini dikatakan jika blog bisa dijadikan media alternatif sebagai jurnalisme militan yang melawan arus media mapan.

Blog sendiri muncul dan berkembang sejak akhir 1990-an dan kemudian istilah "weblog" diciptakan Jorn Borger pada 17 Desember 1997. Istilah tersebut diperpendek menjadi "blog" oleh Peter Merholz yang bercanda memecahkan kata menjadi we blog di blognya Peterme.com pada April/Mei 1999. Tak lama kemudian Evan Williams pada PyraLabs menggunakan istilah "blog". Media blog pertama kali dipopulerkan blogger.com milik PyraLabs sebelum diakuisi oleh Google pada akhir 2002. Sejak itu, muncul banyak aplikasi terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog.

Berkat buku ini, saya lebih paham mengenai jurnalistik online terutama dalam aplikasinya pada blog, sehingga pelan-pelan saya mengubah beberapa kebiasaan yang ternyata tidak terlalu baik. Misalnya, saya seringkali membuat desain tulisan blog dengan format justify (rata kanan-kiri) agar terlihat rapi, namun ternyata hal ini salah, karena akan membuat pembaca lebih lelah dalam membaca terutama dalam mobile-friendly. Berikut salah satu motif user (pengguna) membaca media online F(fast)-Shaped Patern berdasarkan studi NN Group, umumnya mulai melihat layar dari kiri ke kanan, lalu ke bawah, kiri ke kanan, dan terus ke bawah.
salah satu motif user membaca media online (f-shaped patern) - studi NN Group
Dalam membuat tulisan di media online harus dibuat secara ringkas, lugas dan nyaman, karena perilaku pembaca media online biasanya melakukan scanning, membaca sepintas dan menentukan untuk melanjutkan membaca atau tidak. Menurut hasil studi web usability Jakob Nielsen dari NN Group, kecepatan membaca di media online 25% lebih lambat daripada media cetak, karena membaca dari layar yang resolusinya lebih rendah dibandingkan media cetak.

Yap, selain yang telah dibahas memang banyak sekali yang cukup menarik untuk dibahas, terutama jika dibahas secara detail. Bahkan membuat saya menjadi terlihat belum bisa membuat tulisan yang ringkas yang telah dianjurkan. Intinya, buku ini membahas mengenai seluk beluk jurnalistik online, yang mana cocok untuk dijadikan pedoman bagi jurnalis independen, pengelola blog baik pemula maupun profesional. Bisa juga dijadikan sebagai buku pendukung bagi mahasiswa komunikasi atau praktisi media online. Oh iya, ada hal yang membuat saya kurang nyaman saat membaca di awal-awal bab, di mana isinya seringkali mengulang beberapa kata atau kalimat di bagian lain yang mana menurut saya itu tidak perlu.

By the way, saya masih memiliki banyak buku yang belum dibaca maupun yang sudah namun belum sempat diulas (review) di sini, terutama karena pameran kemarin. Lain kali saya akan ulas kembali buku lainnya yang memang menarik untuk dibahas atau sekiranya bisa bermanfaat untuk para pembaca.

4 komentar:

  1. akunuda pernah pencicip ketiganya, jurnalis media cetak, media online, then blogger
    Beda emang
    Lebih hectican jurnalis
    Blogger sejauh buat suka suka kerjaannya nyantai, itu klo aku heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah hebat, share juga dong pengalamannya kak :)

      Hapus
  2. Di era teknologi informasi ini segalanya serba cepat terutama dlm hal informasi terkini namun juga perlu cerdas utk bisa menyaring kebenaran berita yg didapat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap betul, harus lebih pintar dan detail memilih informasi dan menyikapinya hidup di era sekarang.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.