Sebenarnya Kita Dilahirkan Jenius & Kreatif
Saat
ini waktu saya masih terbilang sangat luang, karena masih dalam tahap
pencarian aktivitas rutin. Ya, meskipun aktivitas rutin pada akhirnya
akan berhenti di titik jenuh (apalagi jika yang tidak disukai). Mungkin
yang dibutuhkan bukan aktivitas rutin, namun aktivitas terencana yang
bisa menghasilkan manfaat bagi kehidupan kita maupun orang sekitar.
Saya rasa saya masih belum bisa memanfaatkan waktu luang tersebut sebaik-baiknya, untuk saat ini. Keluhan ini sempat saya bagi kepada teman. Saya lebih bercerita mengenai penurunan produktivitas menghasilkan karya sejak lulus kuliah. Padahal dulu saya pasti menyempatkan diri, menghasilkan sesuatu. Yap, seperti bisa upload foto di instagram (minat fotografi, bukan ajang selfie atau pamer −yang lagi hits dibahas) sebanyak tiga kali dalam seminggu, ditambah satu atau dua tulisan di blog, terlebih mengerjakan banyak tugas kuliah dan organisasi (inisih lebih ke kewajiban) yang dominan ke arah kreatif. Intinya lebih produktif. Keluhan tersebut diakhiri dengan pertanyaan yang dilimpahkan kepada teman, berharap mendapatkan saran, 'kenapa ya?'
Syukurnya ternyata ia menanggapi dengan lumayan serius. Intinya dia bilang, mungkin karena dulu sering terlibat dalam banyak kegiatan, pergi beraktivitas kesana kemari dan tentunya selalu bertemu orang yang secara tidak langsung bisa memberikan kesan di kehidupan. Sehingga, hal-hal tersebut bisa menarik ide untuk menghasilkan suatu karya, baik berupa tulisan maupun gambar. Saat itu saya langsung meng-iyakan pendapatnya, dan langsung beralih mendengarkan talkshow. Kebetulan saat itu kami sedang berada di Job Fair dan menyempatkan waktu untuk menyimak salah satu talkshow-nya, meskipun tidak dari awal.
Saya rasa saya masih belum bisa memanfaatkan waktu luang tersebut sebaik-baiknya, untuk saat ini. Keluhan ini sempat saya bagi kepada teman. Saya lebih bercerita mengenai penurunan produktivitas menghasilkan karya sejak lulus kuliah. Padahal dulu saya pasti menyempatkan diri, menghasilkan sesuatu. Yap, seperti bisa upload foto di instagram (minat fotografi, bukan ajang selfie atau pamer −yang lagi hits dibahas) sebanyak tiga kali dalam seminggu, ditambah satu atau dua tulisan di blog, terlebih mengerjakan banyak tugas kuliah dan organisasi (inisih lebih ke kewajiban) yang dominan ke arah kreatif. Intinya lebih produktif. Keluhan tersebut diakhiri dengan pertanyaan yang dilimpahkan kepada teman, berharap mendapatkan saran, 'kenapa ya?'
Syukurnya ternyata ia menanggapi dengan lumayan serius. Intinya dia bilang, mungkin karena dulu sering terlibat dalam banyak kegiatan, pergi beraktivitas kesana kemari dan tentunya selalu bertemu orang yang secara tidak langsung bisa memberikan kesan di kehidupan. Sehingga, hal-hal tersebut bisa menarik ide untuk menghasilkan suatu karya, baik berupa tulisan maupun gambar. Saat itu saya langsung meng-iyakan pendapatnya, dan langsung beralih mendengarkan talkshow. Kebetulan saat itu kami sedang berada di Job Fair dan menyempatkan waktu untuk menyimak salah satu talkshow-nya, meskipun tidak dari awal.
Topiknya tentang "Jadi Content Creative Handal Dimulai dari Sini" dengan
pembicara dari Wakil Pimpinan Redaksi Kumparan, Pak Rachmadin Ismail.
Namun, saat itu hanya sebagian saja pesan yang bisa saya ambil, karena
sudah terdistraksi buat cari kerja menelusuri stand dan memang kondisi sudah penat. Sedikit pesan yang saya catat adalah, menjadi Content Creative itu sebenarnya mudah apalagi di zaman sekarang, namun kuncinya harus bisa bertahan (survive). Sejatinya, saat ini konten kreatif sangat dibutuhkan di perusahaan manapun. Bahkan terkadang menjadi content creator
tidak selalu harus selaras dengan ilmu yang sudah kita pelajari saat
kuliah (syarat dengan jurusan spesifik), karena nantinya kita bisa
diarahkan dengan kategori yang cocok (bisnis, kesehatan, hiburan, hobi,
dll.). Dan ternyata beliau juga merupakan lulusan sastra Jerman. Memang
sih banyak banget yang bekerja tidak selaras dengan gelar yang didapat.
Tapi ya harus punya persiapan lebih dan bisa survive.
Namun ternyata bukan itu saja jawaban atas keluhan saya!
Beberapa hari saya menemukan artikel
dan video (ada di akhir postingan) yang mengemukakan tentang penelitian
NASA dalam mengembangkan kreativitas untuk mencari insinyur dan ilmuan
inovatif yang dilakukan oleh Dr. George Land (bersama Beth Jarman).
Penelitian ini telah dilakukan sekitar 50 tahun yang lalu, yaitu di
tahun 1968 dan dimasukkan ke dalam bukunya berjudul Breakpoint and Beyond.
Mereka menjelaskan bahwa semakin tua rata-rata tingkat kreativitas
(imajinasi) kita menurun, hasilnya pun membuatnya heran dan terkejut. Heran
hal apa yang bisa mempengaruhi tingkat kreativitas seseorang, apakah
dari sifat genetik? pengalaman hidup? atau sesuatu yang lain?
Mereka
memutuskan mengeksplorasi lebih dalam dengan menguji 1600 anak umur 4-5
tahun. Hasil yang didapat 98% responden jenius dalam skala berpikir
kreatif. Masih dengan anak yang sama 5 tahun kemudian setelah berumur 10
tahun diuji kembali, namun hasil menurun menjadi 30%. Pengujian masih
dilakukan saat sudah berumur 15 tahun, kreativitasnya menurun kembali
menjadi hanya 12% responden yang kreatif. Berhenti sampai situ, mereka
mencoba menguji kepada orang dewasa dengan umur rata-rata 31 tahun
(sekitar 280.000 orang) yang sudah 1 juta kali uji coba, namun tetap
menghasilkan data yang sama, yaitu hanya mendapatkan 2% responden
kreatif.
See? Mungkin itu dia jawaban yang saya butuhkan atas dari keluhan tersebut. Tapi apakah hal tersebut menunjukkan bahwa otak kita sedang sekarat?
See? Mungkin itu dia jawaban yang saya butuhkan atas dari keluhan tersebut. Tapi apakah hal tersebut menunjukkan bahwa otak kita sedang sekarat?
Mereka
mengemukakan bahwa hal ini terjadi akibat tergantung bagaimana selama
ini otak kita bekerja. Ada dua jenis pemikiran kreatif yang berbeda dan
diperlukan, yaitu divergent dan convergent. Divergent lebih ke imajinasi atau tentang pemikiran yang tidak biasa (out of the box), untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru (inovasi). Sedangkan Convergent lebih ke membuat penilaian, keputusan, menguji atau mengkritik sesuatu. Secara simbolis, divergent bekerja seperti akselerator dan convergent seperti rem. Kedua jenis pemikiran ini dibutuhkan dalam membuat dan menerapkan ide yang dimiliki dengan tepat.
Kesalahan
yang terjadi adalah rata-rata pengajaran yang diberikan di sekolah
adalah dengan menerapkan kedua jenis pemikiran tersebut dalam waktu
bersamaan. Hal ini buruk, karena akan muncul penilaian-penilaian
seperti, 'ini tidak akan berhasil; kami belum pernah melakukan
seperti itu sebelumnya; mereka mencobanya di sana dan gagal; itu ide
yang bodoh,' dan sebagainya, yang mana menyebabkan neuron di otak saling bertarung. Jadi kuncinya harus memisahkan kedua jenis pemikiran tersebut, tapi bukan dihilangkan salah satunya.
Selain
itu, sistem pendidikan seakan mengubur kreativitas kita yang mengacu
pada peraturan yang berlaku untuk melatih kita menjadi pekerja yang baik
dan mengikuti intruksi atau seperti membuat pikiran berkotak-kotak.
Menurut Gavin Nascimento dalam artikelnya mengatakan bahwa, 'umumnya
pemilik sekolah adalah pihak penguasa, sehingga takut akan imajinasi
liar anak-anak yang akan menghancurkan rencana mereka ke depan dan
mengambil cara bahwa anak-anak harus dibungkam dan dicuci otak untuk
menerima sistem mereka.'
Jadi apa solusinya untuk mengembalikan kreativitas kita?
Dr.
Land menyatakan kita harus menyalakan kembali mode anak-5-tahun di diri
kita, karena hal itu hanya tertekan/tertahan namun tidak pernah hilang.
Menurutnya kreativitas merupakan sesuatu yang dapat terangsang dan
dilatih setiap hari ketika kita bermimpi.
Lain halnya dengan pengajaran kreativitas di IBM menurut pendapat Louis R. Mobley tahun 1956 yang mengatakan, 'keterampilan kreativitas dapat dipelajari. Bukan dari duduk di bangku perkuliahan, tetapi dengan belajar menerapkan proses berpikir kreatif.' Adapun pernyataanya yang lain, diantaranya;
Pertama,
metode pengajaran seperti membaca, menguji dan menghafal itu buruk,
karena berfokus memberikan jawaban linear atau mainstream mungkin, dan
kunci untuk memacu kreativitas dalam hal tersebut adalah dengan
memberikan pertanyaan yang sangat berbeda. Kedua, menjadi kreatif bisa
didapatkan dari sebuah pembelajaran bukan dari belajar. Ketiga, dengan
keluar dari zona nyaman meski membuat frustasi dan menyebalkan akan
memacu kita mencapai perubahan termasuk dalam hal kreativitas. Keempat,
cara tercepat menjadi kreatif adalah bergaul dengan orang-orang kreatif
tanpa menghiraukan mereka dapat membuat kita terlihat bodoh sekalipun.
Kelima, kreativitas berkorelasi dengan pengetahuan diri untuk menyadari
bahwa kreativitas ada di sana. Selain itu, Mobley tidak masalah apabila
muridnya melakukan kesalahan, karena setiap ide hebat tumbuh dari
hal-hal yang buruk. Kebanyakan dari kita hanya takut untuk terlihat
bodoh. Baginya, tidak ada ide buruk atau salah.
Namun, dilihat dari solusi apa yang bisa kita ambil untuk mengembalikan kreativitas kita, mereka sama-sama memberikan solusi untuk selalu berlatih setiap hari. Dr. Land menyarankan agar bisa lebih sedikit dalam mengkritik begitupun dengan rasa ketakutan dan kecemasan, tetapi harus meningkatkan rasa ingin tau kita. Selain itu, bisa juga dengan meditasi seperti yoga, mengubah rasa ketakutan menjadi rasa ingin tau, jangan terlalu berusaha keras dalam menghasilkan sesuatu yang sempurna dan orisinal, serta dapat dengan cara lebih banyak membaca buku seperti novel, puisi atau karya sastra lain, bukannya membaca artikel atau tulisan di media sosial yang tidak terlalu berguna (−selengkapnya disini). Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pergi berjalan membantu orang menemukan ide-ide baru, dan manfaat ini bertahan bahkan setelah seseorang berhenti bergerak. Ada juga beberapa data yang menunjukkan bahwa olahraga dapat membantu memecahkan masalah kreatif, meskipun manfaat ini hanya berlaku bagi orang yang sudah rutin berolahraga.
Hasil penelitian tersebut seakan membenarkan pendapat dari Einstein yang menyatakan, "imagination is more important than knowledge."
Namun, dilihat dari solusi apa yang bisa kita ambil untuk mengembalikan kreativitas kita, mereka sama-sama memberikan solusi untuk selalu berlatih setiap hari. Dr. Land menyarankan agar bisa lebih sedikit dalam mengkritik begitupun dengan rasa ketakutan dan kecemasan, tetapi harus meningkatkan rasa ingin tau kita. Selain itu, bisa juga dengan meditasi seperti yoga, mengubah rasa ketakutan menjadi rasa ingin tau, jangan terlalu berusaha keras dalam menghasilkan sesuatu yang sempurna dan orisinal, serta dapat dengan cara lebih banyak membaca buku seperti novel, puisi atau karya sastra lain, bukannya membaca artikel atau tulisan di media sosial yang tidak terlalu berguna (−selengkapnya disini). Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pergi berjalan membantu orang menemukan ide-ide baru, dan manfaat ini bertahan bahkan setelah seseorang berhenti bergerak. Ada juga beberapa data yang menunjukkan bahwa olahraga dapat membantu memecahkan masalah kreatif, meskipun manfaat ini hanya berlaku bagi orang yang sudah rutin berolahraga.
Hasil penelitian tersebut seakan membenarkan pendapat dari Einstein yang menyatakan, "imagination is more important than knowledge."
Topik kali ini sangat menarik dan mengejutkan bukan?
Saya harap kita bisa lebih kreatif dari sebelumnya dan dapat memanfaatkan sebaik-baiknya. Dan, ini video presentasi Dr. George Land saat menjelaskan mengenai penelitian tersebut.
Tidak ada komentar: