Maukah Kau...
Saat itu mata kuliah kami kosong, karena dosennya yang tidak bisa hadir. Kami kemudian keluar kelas dan hampir semuanya pergi ke kantin. Bukan apa-apa, karena saat itu waktu masih pagi dan kebanyakan tidak sempat untuk sarapan terlebih dahulu. Tidak heran sih, hampir semuanya anak rantau, dan warung nasi pun belum ada yang buka sebelum kami tiba di kampus.
Seringkali kami lebih memilih kantin di fakultas sebelah, karena ragam makanannya yang lebih banyak. Atau bagi yang membawa kendaraan pribadi rela keluar kampus untuk mencari makanan yang diinginkan. Namun tak jarang juga kami memilih makan di fakultas sendiri, tapi resikonya pasti selalu penuh. Ya tentunya yang datang bukan dari fakultas sendiri saja, tapi fakultas lain pun terkadang lebih memilih singgah ke fakuktas lain hanya sekedar untuk sarapan atau makan siang saja.
Oh iya aku jadi ingat, dulu saat masih di posisi mahasiswa baru banyak sekali isu yang tidak memperbolehkan kami makan di tempat tertentu. Alasannya klasik, tempat itu belum waktunya untuk kita tempati.
Pernah ada seseorang yang berani makan di sana, tekanannya sangat tinggi katanya, karena hanya dia dan temannya saja junior di sana. Isu lain mengatakan kalau ada yang pernah dihampiri dan memintanya untuk pindah dari tempat itu. Aku percaya saja, karena saat itu tidak mau mencari masalah. Padahal mencoba atau bahkan melihatnya saja belum, lebih tepatnya mungkin aku tidak berani.
Saat makan bersama teman pasti saja ada bahan yang bisa kami bicarakan, entah itu tugas, nilai, makanan, tempat main, bahkan membicarakan teman satu fakultas atau dosen sekali pun. Aku yakin semua juga pernah melakukannya. Tidak? Aku tau setidaknya pernah untuk hanya sekedar mendengarkan pembicaraan teman-temanmu atau bahkan orang sebelahmu.
Jam mata kuliah selanjutnya hampir tiba, kami bergegas menuju ruang kelas. Terlebih tujuan kami datang awal bukan hanya karena takut kena marah dosen, tetapi karena kami ingin memilih tempat duduk agar tidak diambil orang lebih dulu. Banyak yang bilang, tempat duduk menentukan prestasi. Kita tidak tau kan jika tiba-tiba dosen memberikan kami kuis (ujian) dadakan?
Sepanjang perjalanan menuju kelas juga tak terlepas dari mengobrol. Manusia memang makhluk sosial sekali ya. Sesaat aku dan teman-teman tertarik melihat papan komunikasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas. Hanya sekedar ingin mengetahui ada kegiatan apa yang telah, sedang atau akan berlangsung.
Setelah selesai membaca sebentar, kami kembali menuju ruang kelas. Tiba saat di salah satu tikungan, di belakang kami ada dua laki-laki. Mereka juga teman sekelas kami. Dilanjutkan dengan saling bertukar sapa.
Saat itu aku tidak menyadari kehadiran mereka, karena sibuk memainkan gadget di depan. Ketika mereka berdua berjalan di sampingku, salah satu dari mereka tiba-tiba bernyanyi.
"Maukah kau tuk menjadi pilihanku? Menjadi yang terakhir dalam hidupku?"
Seringkali kami lebih memilih kantin di fakultas sebelah, karena ragam makanannya yang lebih banyak. Atau bagi yang membawa kendaraan pribadi rela keluar kampus untuk mencari makanan yang diinginkan. Namun tak jarang juga kami memilih makan di fakultas sendiri, tapi resikonya pasti selalu penuh. Ya tentunya yang datang bukan dari fakultas sendiri saja, tapi fakultas lain pun terkadang lebih memilih singgah ke fakuktas lain hanya sekedar untuk sarapan atau makan siang saja.
Oh iya aku jadi ingat, dulu saat masih di posisi mahasiswa baru banyak sekali isu yang tidak memperbolehkan kami makan di tempat tertentu. Alasannya klasik, tempat itu belum waktunya untuk kita tempati.
Pernah ada seseorang yang berani makan di sana, tekanannya sangat tinggi katanya, karena hanya dia dan temannya saja junior di sana. Isu lain mengatakan kalau ada yang pernah dihampiri dan memintanya untuk pindah dari tempat itu. Aku percaya saja, karena saat itu tidak mau mencari masalah. Padahal mencoba atau bahkan melihatnya saja belum, lebih tepatnya mungkin aku tidak berani.
Saat makan bersama teman pasti saja ada bahan yang bisa kami bicarakan, entah itu tugas, nilai, makanan, tempat main, bahkan membicarakan teman satu fakultas atau dosen sekali pun. Aku yakin semua juga pernah melakukannya. Tidak? Aku tau setidaknya pernah untuk hanya sekedar mendengarkan pembicaraan teman-temanmu atau bahkan orang sebelahmu.
Jam mata kuliah selanjutnya hampir tiba, kami bergegas menuju ruang kelas. Terlebih tujuan kami datang awal bukan hanya karena takut kena marah dosen, tetapi karena kami ingin memilih tempat duduk agar tidak diambil orang lebih dulu. Banyak yang bilang, tempat duduk menentukan prestasi. Kita tidak tau kan jika tiba-tiba dosen memberikan kami kuis (ujian) dadakan?
Sepanjang perjalanan menuju kelas juga tak terlepas dari mengobrol. Manusia memang makhluk sosial sekali ya. Sesaat aku dan teman-teman tertarik melihat papan komunikasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas. Hanya sekedar ingin mengetahui ada kegiatan apa yang telah, sedang atau akan berlangsung.
Setelah selesai membaca sebentar, kami kembali menuju ruang kelas. Tiba saat di salah satu tikungan, di belakang kami ada dua laki-laki. Mereka juga teman sekelas kami. Dilanjutkan dengan saling bertukar sapa.
Saat itu aku tidak menyadari kehadiran mereka, karena sibuk memainkan gadget di depan. Ketika mereka berdua berjalan di sampingku, salah satu dari mereka tiba-tiba bernyanyi.
"Maukah kau tuk menjadi pilihanku? Menjadi yang terakhir dalam hidupku?"
(Lagu Maliq D'Essential - Pilihanku)
Tetapi dengan nada suara yang sangat pelan, seperti hanya ditujukan untuk diriku saja, terlebih sikapnya yang menundukkan kepala sedikit ke arahku. Aku hanya terdiam, dan mungkin agak sedikit tersipu malu. Sedangkan dia bersama temannya duluan pergi menuju ruangan kelas.
Kami pun kemudian melanjutkan aktivitas perkuliahan seperti biasa.
Kami pun kemudian melanjutkan aktivitas perkuliahan seperti biasa.
*
NB:
Hai! Sebenarnya tulisan ini sudah ada sejak lama di kolom draft, yang nyatanya tidak pernah disentuh lagi. Kemudian saya memutuskan untuk mempublikasikannya, yang tidak banyak mengalami perubahan, meski awalnya ingin saya kembangkan lebih baik lagi tapi sudahlah. Saya masukan ini dalam kategori flash fiction. Nama kategori yang merupakan usul dari salah satu pembaca. Terlebih saya ingin belajar membuat fiksi. Pernah sih dulu buat cerita fiksi, tapi entah kemana perginya dokumen tersebut, hingga terlupakan. Karena nyatanya lebih sulit membuat fiksi dibandingkan cerita pengalaman. Tulisan ini juga hanya mengandung niat 'hanya ingin menulis semata', jadi maafkan jika menggantung :)
Ciye mbaknya.
BalasHapusCiye 🙃
HapusHARUSNYA DIBALES DOOOOONG. *dorong2 Hanna
BalasHapus"aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, aku tenggelam dalam lautan luka dalam.."
HapusWah iya ngegantung, coba dibikin panjang lagi kapan-kapan ^_^
BalasHapusHehe iya, nanti saya coba buat lagi yang lebih panjang :)
HapusA rather unusual story .. you managed to get my attention - your story made me think for a couple of minutes. Mostly this rarely write papers here
BalasHapushappens.
Thank you.
Hapus