Sosok yang Pantas Menjadi Pahlawan
Mari kita pahami kembali ucapan Bapak Ir. Soekarno dalam pidatonya saat Hari Pahlawan tahun 1961, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa Pahlawannya." Menghargai disini bukan hanya sekedar mengunjungi makamnya ataupun hanya mengenal saja, namun juga menghormati atas semua perjuangannya dan dijadikan sebagai teladan, terutama untuk bangsa dan negara Indonesia. Pahlawan disini juga tidak hanya merujuk pada Pahlawan Nasional dan Pahlawan Kemerdekaan saja, namun termasuk dengan Pahlawan 'tanpa tanda jasa' dan Pahlawan lainnya yang berjasa bagi bangsa dan negara.
Pahlawan sendiri menurut KBBI memiliki arti seseorang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau merupakan sosok pejuang yang gagah berani. Kemudian untuk yang belum tau, latar belakang tanggal 10 November dijadikan sebagai Hari Pahlawan adalah, karena pada tahun 1945 hari itu merupakan hari pertempuran melawan penjajah terbesar setelah kemerdekaan dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia. Peristiwa ini juga ikut andil dalam menyemangati rakyat di tempat lain dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Disamping itu semua, tahukah kamu jika Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah Pahlawan terbanyak? Tahun ini saja kurang lebih sudah ada 180 tokoh Pahlawan yang terdaftar (selengkapnya bisa dilihat disini), itu baru Pahlawan Nasional saja dan akan terus bertambah. Namun, dari sekian banyak pahlawan tersebut, jujur saya hanya mengenal beberapa saja yang memang seringkali didengar namanya. Mungkin juga kebanyakan orang seperti itu. Kemudian, dari beberapa artikel yang sudah saya baca, pemberian gelar pahlawan memiliki pro-kontra untuk beberapa tokoh. Ada yang menyatakan jika ada maksud terselubung dalam pemberian gelar tersebut. Saya sendiri masih buta mengenai itu, terlebih bukan bidangnya dan jujur saya sempat tidak suka dengan pelajaran sejarah ✌
Mungkin sejak membaca novel yang disangkutpautkan dengan sejarah dan dikemas dengan beda, perlahan mulai tertarik. Salah satunya buku dari Yudhi Herwibowo, yaitu Halaman Terakhir meskipun ini merupakan buku lama yang terbit bulan Februari, 2015. Dari buku tersebut saya menjadi mengenal sosok yang dirindukan bangsa ini, terutama nilai kejujurannya, yaitu Bapak Hoegeng Iman Santoso. Awalnya saya sendiri tidak mengetahui betul siapa beliau. Namun berkat buku ini saya bisa lebih mengenal dan mencari informasi lainnya tentang beliau.
Buku ini sebenarnya berisi fiksi namun berdasarkan penggalan dan fakta sejarah, terutama isi percakapan dengan orang penting (Presiden, dll.). Sebagian besar mengisahkan perjalanan karirnya hingga menjadi Kepala Polisi Negara (Kapolri), terutama dalam menangani dua kasus terbesarnya, yaitu pemerkosaan gadis penjual telur di Yogyakarta dan penyelundupan mobil mewah. Selain dua kasus tersebut ada beberapa kasus yang disinggung penulis dalam bukunya, seperti penyuapan terhadap polisi, kasus tertabraknya mahasiswi Bandung, juga adanya kisah mengenai usul Hoegeng untuk penggunaan helm bagi pengendara motor.
Hoegeng sendiri memiliki beberapa nama, seperti Abdul Latif dari teman ayahnya seorang peramal, Hoegeng Iman Santoso dari ayahnya, Hoegeng Iman Soedjono dari eyangnya, dan Hoegeng Iman Waskito dari nenek buyutnya. Namun, ia lebih suka Hoegeng saja, yang asalnya dari panggilan "si bugel" karena perawakannya yang dulu gemuk. Bahkan Ir. Soekarno saja pernah menanyakan namanya dan mengusulkan nama dirinya sendiri yang memiliki arti baik. Hubungan Hoegeng dengan Ir. Soekarno memang dekat dan pernah diusulkan ikut berlatih di Amerika dan menjadi ajudannya, serta menjadi salah satu Menteri, yang kemudian kembali ke Kepolisian dan menjadi Kepala Polisi Negara (Kapolri) di Jakarta. Namun, berbeda hubungannya dengan Soeharto yang tidak terlalu dekat.
Sejak dulu Hoegeng memang memiliki impian menjadi Polisi, diawali dari melihat salah satu teman ayahnya Pak Ating Natadikusumah, Kepala Jawatan Kepolisian. Sosok yang terlihat tinggi besar dan gagah dalam balutan seragam dinas, dengan mengendarai Harley Davidson-nya. Terlebih Hoegeng terkesima dengan keberadaan pistol yang terselip di pinggangnya. Setelah beranjak dewasa, impiannya perlahan dapat tercapai, namun perjalanannya tidak mudah terutama saat menjabat sebagai Kapolri dengan dua kasus yang selalu membayanginya.
Diawali dari kasus pemerkosaan gadis penjual telur bernama Sumaryah, diculik dengan mobil kombi merah yang kemudian diturunkan kembali di jalanan. Memang kasus ini terlihat sederhana, dan anak buah Hoegeng pun dapat menyelesaikannya. Namun, semakin hari kasus ini semakin berkembang menjadi besar dan rumit karena diduga pelakunya merupakan anak dari orang penting. Sehingga, Sumaryah diduga membuat laporan palsu dan sempat dipenjara beberapa hari.
Kasus ini pertama kali diberitakan sejak seorang wartawan Pelopor bernama Djaba Kresna berani menyebarkan berita tersebut, yang dikemudian hari ia pun sempat ditahan. Bahkan Hoegeng membentuk Tim Pemeriksa khusus dalam menangani kasus ini, dengan salah satu anak buahnya Jati Kusuma yang ahli dalam penyamaran. Namun hasilnya tidak memuaskan, karena kasus ini diperintahkan Presiden Soeharto dialihkan ke Terpepu (Tim Pemeriksa Pusat) yang biasanya menyelesaikan kasus berhubungan dengan politik, seperti kasus PKI.
Hoegeng sempat kecewa, namun kemudian ia kembali beralih ke kasus lain, yang sebelumnya telah mendapatkan dokumen tentangnya dari Nizhami, salah satu kerabatnya seorang perwira tinggi BAKIN (Badan Intelejen Negara). Kasus tersebut mengenai penyelundupan mobil mewah oleh Soni Cahaya seorang pengusaha. Sama halnya dengan kasus Sumaryah, ternyata kasus ini sama beratnya karena ia dikabarkan memiliki kedekatan dengan keluarga Cendana. Selain itu, ia memiliki kerabat dimana-mana, termasuk di bea cukai sekalipun. Namun, Cahaya memang sempat berhasil ditangkap oleh tim Hoegeng, tapi kemudian dia dijamin oleh seseorang sehingga ia melenggang bebas. Kasus ini kemudian ditangani kembali oleh BAKIN dengan petugas Bakolak (Badan Koordinasi Pelaksana) dan sama tidak memuaskannya.
Beratnya kedua kasus tersebut, seolah ada hal yang ditutup-tutupi sehingga sulit untuk Hoegeng dalam membela kebenarannya. Presiden Soeharto sempat turun tangan, yang pada akhirnya Hoegeng diberhentikan dan diperintahkan menjadi Duta Besar di Belgia padahal masa kerjanya masih belum berakhir. Tawaran tersebut membuatnya sangat kecewa dan bingung, karena jika ia masih diberikan waktu ia yakin dapat menyelesaikan dua kasus tersebut. Namun ia langsung menolaknya, karena lebih menginginkan bekerja di tanah air, yang kebetulan sedang tidak ada lowongan sehingga Hoegeng lebih memilih berhenti saja. Kabar ini tentu membuat banyak masyarakat kebingungan, karena yang menggatikannya lebih tua satu tahun dari Hoegeng. Perintah tersebut seakan seperti "pembuangan/pengasingan".
Pada akhirnya, kedua kasus tersebut memang berhasil diselesaikan. Namun, tidak memuaskan banyak pihak, terutama Hoegeng karena masih terasa banyak kejanggalan. Tapi apa boleh buat, ia sudah tidak memiliki wewenang lagi, meskipun seringkali ia selalu memberikan memo ke anak buahnya mengenai keluhan masyarakat yang disampaikan kepada Hoegeng.
Sosok Jenderal Polisi Hoegeng yang jujur dan bertanggung jawab tidak hanya terlihat saat menangani kasus, namun juga dalam kehidupan sehari-hari juga keluarganya. Seperti saat Hoegeng ditugaskan sebagai Kadit Reskrim di Sumatera Utara tahun 1955, dimana di wilayah itu banyak kasus kriminal seperti penyelundupan, korupsi dan sejenisnya. Tak heran saat Hoegeng tiba, ia langsung menerima ucapan selamat datang dengan ditemukan barang-barang mewah kiriman seorang pengusaha di rumah dinasnya. Tentu saja Hoegeng langsung menolak dan meminta barang itu diambil kembali. Namun, sampai batas waktu tidak ada respon, sehingga ia meminta anak buahnya untuk mengeluarkan barang itu dari rumah dinasnya. Ia juga sempat menunda menandatangani surat pendaftaran anaknya Aditya untuk mengikuti Angkatan Laut, karena ia tidak mau menggunakan namanya untuk mempermudah anaknya lolos seleksi dan akan tidak adil dengan pendaftar lain. Kemudian, Merry istri Hoegeng sempat memiliki toko bunga. Namun, sehari sebelum pelantikan Hoegeng sebagai Kepala Jawatan Imigrasi, ia meminta istrinya untuk menutup toko tersebut untuk menghindari pemasukan yang tidak adil dengan toko lain.
Berdasarkan penggambaran di buku ini, menurut saya sosok Hoegeng inilah yang pantas dijadikan sebagai Pahlawan dan menjadi teladan kita semua, seperti halnya pendapat sejarawan dari LIPI, Asvi Warman Adam. Karena dari sekian banyak Pahlawan, baru ada dua polisi yang masuk sebagai Pahlawan Nasional, Brigadir Karel S. Tubun dan Brimob M. Yasin. Dibalik sosoknya yang jujur, ia juga berani melakukan tindakan yang benar tanpa pamrih, dan sosok ini sudah sangat langka ditemui saat ini. Bahkan, Pak Hoegeng telah mendapatkan Rekor MURI (2015) sebagai "Polisi Paling Jujur Sedunia". Namun, bagi sebagian pihak, sosok seperti Hoegeng seakan duri dalam daging, yang pada akhirya seringkali kejujuran akan kalah oleh kewenangan dan mungkin hal ini masih saja terjadi.
sumber: novelhalamanterakhir.blogspot.com |
Semakin saya mencari kebenaran kisah Hoegeng dengan beberapa kasus yang ditanganinya, kasus dalam buku ini memang berdasarkan penggalan sejarah yang ada. Namun, mungkin memang alur, nama, dan beberapa lainnya diubah menjadi fiksi, karena penulis paham betul ada sesuatu yang membuat kasus ini tidak bisa selesai sesuai harapan, sehingga penulis pun sangat berhati-hati dalam mengemas cerita. Lebih lengkapnya mengenai info proses penulisan dan hal terkait bisa dilihat di novelhalamanterakhir.blogspot.com.
Oh iya, dalam buku Halaman Terakhir ini menggunakan sudut pandang orang yang berubah-ubah, sehingga pembaca dapat mengetahui kejadian tersebut dengan baik, seperti dari pandangan wartawan, korban, pelaku, polisi dan tentu dari Hoegeng sendiri, bahkan dari penjual koran sekalipun. Bahasa yang digunakan juga sederhana dan tidak membuat cepat bosan seperti buku biografi pada umumnya. Tulisan dalam setiap babnya pun dibuat seringkas mungkin, sehingga tak terasa akan cepat beralih menuju bab selanjutnya (436 halaman). Selain dapat mengetahui sifat kejujuran dan profesionalismenya Hoegeng, dari buku ini juga kita dapat mengenal lebih jauh prinsip hidupnya serta ikut merasakan batinnya dari kesabaran, keprihatinan dan kesedihan kehidupan keluarganya setelah berhenti dari jabatannya, serta kesenangannya dengan musik Hawaii.
Meski sebagian besar merupakan fiksi, namun saya merasa telah mendapatkan beberapa pelajaran penting dan menjadi terdorong dalam mencari tahu fakta lainnya tentang tokoh-tokoh yang pantas dijadikan teladan yang namanya masih kurang dikenal masyarakat luas. Selesai membaca buku ini, saya teringat akan kasus yang tengah terjadi saat ini di Indonesia tentang bagaimana perjalanan kasus ini terjadi. Semoga saja bisa cepat terselesaikan sesuai harapan semua orang. Semoga juga sosok seperti Bapak Hoegeng ini masih ada dan semakin banyak, sehingga bisa membuat Indonesia menjadi lebih baik.
Kamu sendiri sudah mengenal sosok Bapak Hoegeng belum?
"...Hanya tiga polisi yang jujur, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Pak Hoegeng."
-Gus Dur-
gue malah baru tau sosok pahlawan ini, han.
BalasHapussebelum-sebelumnya hanya beberapa orang saja, yang biasanya ditemui di buku pelajaran sejarah
klo dari tulisan lu ini, kayaknya buku ini enggak bosen buat dibaca ya. jadi, buku ini buku biografi atau novel gitu deh? gue baru tau lagi nih klo buku biografi ada jenis fiksinya
Sama, awalnya saya juga gatau beliau. Memang baru sedikit yang tau Bapak Hoegeng ini.
HapusIya ga bosen sama sekali sih menurut saya. Meskipun alurnya yang lompat-lompat, tapi bikin penasaran dan bisa ikut merasakan apa yang terjadi. Terus ini memang buku novel, jadi lebih ke semi-biografi sih.
I couldn’t even imagine that there are so many heroes in Indonesia! The government of this country does not strongly advertise the status of these people, therefore it’s difficult for ordinary people to determine who is traveling next to him on the bus
BalasHapusActually, I myself as an Indonesian was surprised and amazed at the number of heroes here. Yes, maybe your opinion is correct, this is because the government here is not enough to advertise or inform the heroes well and in detail.
Hapus