Minat Membaca di Indonesia

Beberapa waktu yang lalu saya ke pameran buku, saya selalu sempatkan jika ada acara seperti itu, terlebih bisa mendapatkan buku dengan harga yang lebih rendah dari sebelumnya (untuk buku lama). Setelah dari sana saya iseng-iseng bikin voting di instagram stories, mengenai minat baca buku. Hasilnya dari beberapa yang masih suka menyempatkan membaca buku, ternyata banyak juga yang tidak suka membaca buku. Terkadang hal ini juga yang dijadikan alasan mengapa orang-orang suka salah paham, karena tidak mau membaca terlebih dahulu konten yang ada, seperti seseorang menanyakan pertanyaan yang sama, padahal sudah dijawab sebelumnya.

Namun, sebenarnya seberapa pentingkah kemampuan membaca?
Membaca merupakan salah satu keterampilan mendasar paling penting yang dapat dipelajari. Selain itu, keterampilan membaca penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya dalam membaca intruksi medis, berita, atau rambu lalu lintas. Tak hanya itu, membaca dapat menciptakan imajinasi dan meningkatkan kreativitas juga loh.


Kemudian bagaimana dengan kemampuan membaca masyarakat Indonesia, atau setidaknya bagaimana tingkat literasinya/melek huruf? Menurut worldatlas.com, Indonesia berada di peringkat 106 dari 197 negara, dengan tingkat literasi sebesar 93% (di bawah South Africa, diatas Myanmar). Besarnya nilai tersebut dipengaruhi oleh penyediaan sumber daya pendidikan negaranya. Sedangkan menurut studi yang dilakukan Central Connecticut State University di Amerika Serikat (2016) oleh John W. Miller, Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara, dimana hanya berada di atas Bostwana. Miris ya. Miller menjelaskan jika jenis perilaku literasi ini sangat penting untuk keberhasilan individu dan bangsa di ekonomi berbasis pengetahuan yang menentukan masa depan global kita.

Namun, jika dilihat dari fasilitas yang disediakan pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat, sudah cukup baik, dari perpustakaan, penyediaan aplikasi pinjam buku online, Gerakan Literasi Nasional di tiap sekolah, dan sebagainya. Tinggal bagaimana caranya fasilitas tersebut bisa sampai ke masyarakat dengan tepat dan penyebarannya diperluas hingga daerah terpencil di Indonesia.

Data dari Perpustakaan Nasional (2017), menyatakan jika frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya tiga sampai empat kali per minggu. Sementara jumlah buku yang dibaca rata-rata hanya lima hingga sembilan buku per tahun. Atau menurut worldatlas.com dari negara yang banyak membaca, masyarakat Indonesia membaca sekitar 6 jam dalam satu minggu (peringkat 16 dari 29 negara). 

Lalu bagaimana jika lebih senang membaca artikel di internet, seperti zaman sekarang dengan teknologi yang sudah maju? Sebenarnya hal itu tidak masalah, karena menurut saya kita masih bisa menyempatkan diri untuk melatih keterampilan membaca. Tentunya informasi yang akan dibaca harus bisa meningkatkan wawasan dan bisa menjawab keingintahuan kita, bukan hanya membaca informasi yang kurang bermanfaat.

Namun, ternyata membaca artikel secara online berlebihan pun memiliki efek sampingnya, yaitu dapat mengubah cara kerja otak dalam mencari dan mendapatkan informasi. Meskipun usia semakin meningkat, hal ini tidak dapat mengatasi perubahan cara kerja otak, karena sifatnya yang lunak. Sehingga, jika terlalu sering memilih membaca artikel di internet, otak menjadi terbiasa mendapatkan informasi dengan cepat dan instan. Berbeda dengan saat membaca buku, majalah, atau koran, kita dilatih dengan sabar dalam mendapatkan informasi. Dengan demikian, otak kita akan merasa cepat bosan jika mendapatkan bacaan yang terlihat panjang dan beralih dengan melakukan aktivitas lain. (Informasi selengkapnya tentang cara perubahan kerja otak oleh internet bisa dilihat di artikel ini Is Google Making Us Stupid?).

Disamping itu semua, karena rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia, pembuat konten di internet seringkali menggunakan judul yang "bombastis" atau saat ini lebih dikenal dengan clickbait. Biasanya digunakan untuk membuat pembaca penasaran dan ingin tau, bahkan rela mengorbankan kualitasnya demi mendapatkan penghasilan dari pageviews atau iklan. Bukan hanya dari judul, clickbait juga disajikan dengan gambar yang menarik mata. Jadi, pintar-pintarlah dalam memilih sumber berita, karena seringkali artikel yang menggunakan clickbait, tidak dapat memuaskan rasa ingin tau kita atau bahkan bisa termakan hoax karena malas membaca isi artikel sepenuhnya. Padahal seharusnya media berita saling berlomba dalam menyajikan berita yang benar dan ikut berperan dalam meningkatkan minat membaca dengan konten yang benar pula.

Oke, sekarang ke pengalaman sendiri.
Awal mula saya suka membaca itu memang sejak kecil. Seringkali diberikan buku cerita komik, dan setelah membaca dibuat list dan kemudian di paraf orang tua. Selain itu, saat libur sekolah saya sering pergi ke luar kota untuk mengunjungi rumah nenek, dan diperjalanan sudah dibiasakan untuk membaca tulisan yang ada (nama toko, banner iklan, dll.). Mungkin kebiasaan itu masih sering dilakukan tanpa sadar, hanya bedanya membaca dalam hati.

sumber: giphy - visit japan
Semakin beranjak dewasa minat membaca saya belum berkurang, terlebih saat SMP & SMA berteman dengan orang yang gemar membaca juga. Bahkan sempat menjadi anggota perpustakaan di luar sekolah. Waktu bermain pun digunakan untuk memburu buku novel. Namun, setelah masuk di bangku perkuliahan minat baca agak berkurang sedikit demi sedikit, sejalan dengan berkembangnya internet. Ditambah karena waktu yang terkuras cepat dengan perjalanan ke kampus (± 20 km), mengerjakan tugas, juga berorganisasi.

Saya menyadari betul semenjak internet sangat berkembang yang bisa kita raih hanya melalui tangan, waktu membaca buku pun berkurang dari sebelumnya. Meskipun, faktanya dari internet kita bisa mendapatkan informasi seluas-luasnya dengan mudah. Namun memang bukan karena masalah internet saja, bisa juga dipengaruhi dengan berkembangnya jenis hiburan yang ada, terlebih adanya gadget. Paling penting, adanya kemauan dari diri sendiri dan ikut menyemangati/mengajak teman-teman untuk membiasakan membaca (lingkungan sekitar).

Dari beberapa pengaruh tersebut, untuk mencoba membiasakan diri membaca bisa perlahan diatasi dengan menjauhkan sebentar gadget dan hiburan lainnya. Bisa juga dengan ditarget (challange) dalam satu tahun harus bisa baca buku berapa. Kebetulan saya coba cara itu, untuk tahun 2018 target 50 buku, dan baru tercapai 32 buku dengan 2 buku belum selesai, padahal tak terasa 2018 akan habis.

sebagian buku yang ada di meja
Cara-cara tersebut bisa juga kalian coba, terlebih yang memang tidak terlalu suka membaca. Bisa juga dengan memilih buku yang ringan atau dengan jenis (genre) buku yang disukai. Yang penting, mulailah membiasakan diri untuk membaca. Setelah itu, tularkan kebiasaan itu ke orang terdekat. Sehingga, semoga minat membaca masyarakat Indonesia bisa meningkat perlahan.

Setidaknya mulailah dari membaca caption di instagram :)
Meski terkadang banyak ditemukan tidak adanya hubungan antara foto/video dengan caption.

20 komentar:

  1. kayaknya minat baca gue mulai berkurang. abis baca ini jadi nyadar juga sih, karena keseringan baca artikel di internet secara instan, jadi selalu merasa enggak betah untuk baca buku yang halamannya banyak. harus mulai di kurangin sih nih

    pelan-pelan kayaknya gue bakalan sampai untuk men- challange diri sendiri untuk membaca 50 buku dalam setahun. untuk sekarang 20 buku dulu aja. ehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Seimbang aja antara baca buku sama baca artikel di internet buat nambah wawasan.

      Ya dikit aja dulu. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.

      Hapus
    2. gw kayanya juga. betahnya baca Miiko doang ini aduh gawat -_-"

      Hapus
  2. Halo, salam kenal!

    Saya nggak menafikkan sih kalo sekarang saya lebih suka nontonin YouTube ketimbang baca buku. Tapi tetep si, saya rindu masa-masa duduk anteng sambil asyik buka lembar per lembar novel:)

    Anyway, semoga target membacanya tercapai, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, salam kenal!

      Jangan rindu, berat :))
      Ayo coba biasain lagi baca novelnya.

      Aamiin. Masih proses nih.
      Btw, terima kasih kunjungannya ya.

      Hapus
  3. Kalau dilihat dari data, miris juga ya kondisi minat baca di Indonesia ._.

    Etapi, tapi, saya tipikal yang lebih sering baca-baca lewat hape ._. sambil tiduran lagi, buset, tida sehat sekali hidup saya. Padahal ada belasan buku yang kalap kebeli, tapi belum sempat terbaca wgw :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap betul. Miris sekali, padahal fasilitas sudah cukup mendukung.

      Memang nikmat sih baca sambil tiduran, tapi mata jadi rusak. Btw, saya juga pernah tuh begitu. Beli buku, tapi jarang disentuh.

      Hapus
    2. Beneeer, sudaaaa banyak perpustakaan gitu-gitu loh. Etapi kalau di Jogja, perpustakaannya justru rame untuk orang numpang wifi sambil ngadep laptop deh. Eh, yang baca juga banyak sih wkwkw :D

      Hahaha, sekarng sudah mulai mengurangi kok :'
      Sekarang mau mulai baca buku biar uwuwuw :D

      Hapus
    3. Nah itu dia, suka disalahgunakan.
      Mentang-mentang disediakan free wifi, mereka lebih memilih bermain di dunia maya dibandingkan membaca buku. Kejadian juga nih di perpus kampus, meski ya yang baca juga banyak tapi biasanya kebanyakan dari para mahasiswa tingkat akhir.

      Hapus
  4. Apa kabar bloger yang emang bacaannya di internet, ya? :( Kalau soal berita, saya seneng bacanya karena ada Tirto yang kontennya panjang-panjang. Beda dari beberapa media yang kamu maksud bikin judul click bait itu. Apalagi di sana juga ada penulis favorit. :D

    Hmm, rajin juga udah 32 buku. Sebulan kira-kira selesai tiga buku. Saya setiap baca enggak pernah ngasih target, sih. Males juga ngitungnya. Wahaha. Baca pas lagi mau aja. Tapi pernah dalam seminggu habis tiga buku saking luangnya waktu. Coba deh nanti di akhir tahun, mau saya cek udah baca apa aja pada tahun 2018 ini.

    Omong-omong soal proses membaca, saya kayaknya naik turun kalau diingat-ingat dari zaman bocah hingga saat ini. Balita sampai SD tentu proses penasarannya tinggi, jadi rajin banget baca. Apa aja dibaca. Dari yang cuma komik hadiah produk susu, sampai-sampai komik siksa neraka dan cerita Petruk (komik Tatang S. yang ada bagian joroknya, padahal belum waktunya). Cuma waktu itu kayaknya enggak ngerti juga akan hal-hal begitu. Haha.

    SMP mulai berkurang sejak kecanduan main warnet, paling baca komik aja. SMK pas temen-temen pada heboh soal Raditya Dika jadi terpengaruh dan demen baca lagi. Kuliah mulai males karena bacanya buku perkuliahan dan makalah. Meskipun diselingi novel, tapi tetep menurun dibanding SMK. Terus pas kuliah kelar sampai sekarang serius menulis, baru deh nih semakin hari kayaknya jadi demen baca. Ya, mau gimana lagi, kalau menulis doang tanpa bacaan, jelas-jelas tulisan akan begitu-begitu aja. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Para blogger juga coba seimbangkan dengan baca buku, biar lebih sehat otaknya haha. Biasanya saya baca buku sebelum tidur atau buat menjauhkan kecanduan dari main gadget dan browsing ga jelas sih, selain bisa hemat kuota:))

      Terkait media berita online, memang banyak juga yang menyediakan konten baik tanpa menggunakan clickbait, dan salah satunya Tirto. Penulis favoritnya siapa btw kalo boleh tau?

      Wah buku dari produk susu pernah koleksi tuh yang cerita rakyat kalo ga salah. Dan satu lagi, memang menulis itu sulit dan tidak akan berkembang jika tidak rajin mencari referensi bacaan.

      Hapus
  5. Dulu jaman SD SMP sehari bisa habis satu novel, tapi sekarang boro-boro deh... Karena aku punya hobi lain sih jadi kegiatan membaca kukesampingkan dulu. :/ Bingung juga gimana membangkitkan selera baca lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah hobi lainnya apa? Saya juga punya banyak hobi kok, biar kalo lagi jenuh buat menghilangkannya banyak pilihan. Termasuk baca buku :)

      Coba saran saya, barangkali perlahan bisa membangkitkan selera baca. Dimulai dari cari buku dari penulis favorit.

      Hapus
    2. aku suka masak, nulis (ini kayanya yg bikin berat baca haha enakan nuliiiis), nggambarrrr. yg lagi aktif ini dulu sih mba.

      Nah terakhir saya baca tu Rick Riordan yg anaknya Neptunus itu siapa sih lupa dah. Tp krn kelamaan (krn diselingi nulis nggambar gt) akhirnya bosen "ni buku ga kelar2" pdhl akunya yg lama bacanya XD yaudah deh -__-" nganggur lg bukunya zzz

      Hapus
    3. ngomong2 mba Hanna bilang ttg 'penulis favorit' mengingatkan aku sm bukunya Leila S. Chudori yg pengen aku baca bgt. :) kayanya aku pngen baca itu deh, nabung ah beli~

      Hapus
    4. Wah iya buku Leila juga keren. Saya baru baca yang Laut Bercerita.

      Hapus
  6. Wah baru tahu kalau terlalu banyak baca di internet malah jadi buruk. Padahal selama ini ngiranya sama aja, kan yang penting baca. Muehehehe. Ternyata hamba lemah.

    Duh, jadi kangen masa-masa bisa santai baca buku. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya saya juga mengira begitu, tapi ternyata beda.

      Waktu itu memang mahal ya.

      Hapus
  7. To make it interesting for people to read stories and buy books, they should begin their acquaintance in check online childhood. what the sooner the better!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Your opinion is correct. One way to increase interest in reading is by returning to remembering or starting with reading a childhood book (for children).

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.