Media Sosial Mengancam Spesies Manusia - The Social Dilemma Review

Setelah lama hiatus kemudian mulai nulis lagi di sini itu sering terkesan bingung. Antara harus meminta maaf, menyapa, atau langsung ke topik bahasan. Tapi, karena saya sudah sering seperti ini dan belum terlalu konsisten, saya ingin langsung ke topik pembahasan aja. Kali ini saya ingin review  film dokumenter lagi, kasusnya mirip bahkan bisa berkaitan dengan film yang pernah saya bahas sebelumnya The Great Hack. Bedanya film ini lebih membahas dampak negatif dari teknologi secara keseluruhan, yaitu film The Social Dilemma.

Sekitar awal bulan Oktober saya menontonnya, tapi baru sempat saya review sekarang dengan meminta pendapat teman-teman di Instagram. Sekali-kali saya manfaatkan fitur question di Insta Stories. Serasa selebgram, tapi bukan. By the way, terima kasih juga buat temen-temen yang sudah ikut memberi saran di Instagram, it means a lot. Saya coba buat sebaik mungkin ya.

Beberapa hari lalu, film ini diingatkan karena ada kasus yang berkaitan. Saya membaca berita mengenai pencurian data dari aplikasi Muslim Pro. Sejujurnya saya ga begitu kaget, karena di era digital seperti ini data privasi pengguna terkesan sudah hilang. Berita ini muncul pertama kali di Majalah Motherboard Vice (16/11) yang spesifik membahas ilmu pengetahuan teknologi. Motherboard menyatakan Militer AS membeli data di seluruh dunia melalui aplikasi yang tidak berbahaya, seperti Muslim Pro, Al-Qur’an App, Aplikasi Kencan Muslim Mingle.

Tak berapa lama Muslim Pro (18/11) memberikan pernyataan jika kabar tersebut salah, mereka berkomitmen untuk melindungi dan mengamankan privasi para penggunanya. Dalam Motherboard penjualan data melibatkan pihak ketiga, X-Mode salah satunya. Muslim Pro kemudian meminta maaf dan akan melakukan penyelidikan juga memutuskan kerja sama dengan semua mitra data termasuk X-Mode. Sampai saat ini mungkin masih dalam proses penyelidikan, saya berharap yang terbaik atas penyelesaian kasus ini.

Oke, balik ke pembahasan film The Social Dilemma dari Netflix yang sudah bisa ditonton sejak 9 September 2020, karya dari sutradara Jeff Orlowski. Film ini sudah mendapatkan penghargaan sebagai film paling berpengaruh dan masuk sebagai film dokumenter paling penting di masa kini. Sutradaranya sendiri dianugerahi penghargaan Sundance Institute Discovery Impact Fellowship yang pertama, dan dinobatkan sebagai Juara Program Lingkungan PBB untuk Bumi sejak dua film sebelumnya mendapatkan penghargaan (Chasing Ice dan Chasing Coral).

Secara keseluruhan film ini menjabarkan sistem media sosial dan mesin pencari, terutama dibalik industri teknologi itu. Informasi langsung dari Narasumber ahli, terutama mereka yang pernah bekerja di perusahaan teknologi terbesar di dunia seperti Google, Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, Pinterest, dsb. Ada juga dari penulis dan akademisi yang ahli di bidangnya masing-masing.

Dampak Negatif Media Sosial dan Mesin Pencari
Bagi orang awam, kita tau jika media sosial nyatanya memudahkan kita berhubungan dengan teman, keluarga, kerabat bahkan menambah teman atau membangun komunitas meskipun terpisah karena jarak. Sebagian besar beranggapan jika Google hanya sebuah mesin pencari, dan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dll., hanya tempat untuk melihat kabar terbaru dari teman kita.

Pernahkah teman-teman bertanya mengapa industri teknologi tersebut memberikan akses sebegitu luasnya secara cuma-cuma kepada kita? Dan mereka tetap bisa menjadi perusahaan terkaya di dunia?

Ada satu kutipan yang bisa mewakili jawaban dari pertanyaan tersebut.
"If you're not paying for the product, then you are the product."
-Tristan Harris-

Jika kamu tidak membayar produk tersebut, maka kamulah produknya. Begitulah ungkapan Tristan, mantan Ahli Etika Desain Google yang mengembangkan kerangka kerja bagaimana seharusnya teknologi secara etis mengarahkan tindakan dan pikiran pengguna. Kini ia menjadi pendiri Center of Humane Technology dengan misi mengembalikan penurunan kualitas manusia dan menyelaraskan teknologi kepada kemanusiaan.

Kejadian yang jarang disadari adalah berbagai industri teknologi bersaing mendapat perhatian kita. Bukan cuma pacar aja yang butuh perhatian ternyata. Canda. Industri teknologi terus bereksperimen untuk membuat pengguna lebih banyak menghabiskan waktunya di layanan mereka, yang kemudian dibayar pengiklan ataupun investor untuk bisa menampilkan iklannya kepada para pengguna.

manusia terjebak dalam jaringan notifikasi

Semua ini terjadi karena adanya campur tangan algoritma, suatu perencanaan intruksi untuk memecahkan suatu masalah (secara definisi). Algoritma ini dipengaruhi dari perekaman dan pengawasan data jejak digital kita, dari mulai apa yang kita cari, baca, dengarkan, nonton, sukai, bagikan, serta berapa lama kita melihatnya. Buruknya, algoritma seringkali memperkuat disinformasi (hoax), konten pemecah belah, memicu rasisme, serta memengaruhi keyakinan opini.

Secara garis besar, The Social Dilemma mengungkap penggunaan media sosial bisa mengancam spesies manusia (eksistensinya). Ada tiga tujuan utama di banyak perusahaan teknologi, yaitu Engagement untuk terus meningkatkan penggunaan layanan (terus scrolling), Growth untuk membuat pengguna terus kembali dan mengundang lebih banyak teman, serta Advertiser/Revenue untuk memastikan saat semua itu terjadi perusahaan dapat menghasilkan sebanyak mungkin iklan/keuntungan. Hal ini sebenarnya memengaruhi perilaku dan emosi manusia di dunia nyata tanpa mereka sadari atau istilah lainnya memanipulasi.

analogi (penggambaran) bagaimana mesin media sosial bekerja di balik layar

Untuk memenuhi tujuan itu, mereka menciptakan beberapa alat, diantaranya fitur notifikasi/pemberitahuan, umpan berita, fitur rekomendasi, dsb. Hal ini tak terlepas dari jejak digital masing-masing pengguna, dan dari sini pula mereka bisa memprediksi tindakan apa yang akan pengguna lakukan selanjutnya. Kita seakan membuat dunia kita sendiri sesuai dengan minat. Contoh sederhananya, mesin pencari dengan kata kunci yang sama saja akan memberikan rekomendasi berbeda di setiap pengguna. 

Peristiwa itu menciptakan dampak buruk, seperti banyaknya kasus demo di berbagai negara, mungkin juga memanipulasi data pemilu, penyalahgunaan internet dengan menyebar berita palsu seperti pada kasus Rohingya di Myanmar, mempercayai teori konspirasi, tidak mau mendengarkan pendapat yang lain dan emosional, juga yang paling memprihatinkan yaitu, kejadian bunuh diri terutama di kalangan muda akibat depresi selalu merasa kurang dengan yang lain, dan kini dunia online sudah menjadi dunia utama bagi mereka.

statistik remaja self-harm
data statistik remaja yang menyakiti diri sendiri (self harm) di Amerika Serikat

statistik remaja bunuh diri
data statistik remaja yang bunuh diri di Amerika Serikat sebagian besar karena media sosial

Jaron Lanier, penulis buku Ten Argument for Deleting Your Social Media Accounts Right Now menyatakan jika hal yang membuatnya demikian adalah perubahan secara perlahan dan kecil, serta tak terlihat dalam perilaku dan presepsi kita, yang merupakan suatu produk untuk dijadikan keuntungan industri teknologi. Media sosial menggunakan dirimu, melawan dirimu sendiri dengan psikologimu.

Sandy Parakilas, The Social Dilemma
Sandy Parakilas, mantan manajer operasi Facebook dan poduk Uber

Selain itu, perusahaan teknologi melatih dan mengondisikan satu generasi menjadi orang baru agar ketika tidak nyaman, kesepian, merasa tak pasti, atau takut, kita punya penenang digital sendiri (gadget) yang menghentikan kemampuan kita untuk menghadapinya. Masalah ini sebenarnya sudah sering sekali diutarakan oleh berbagai pihak, tapi hingga saat ini kita masih belum tau cara penyelesaiannya, dan seakan terjebak dalam lingkaran tak berujung.

Dilemma 
Alasan lain mengapa masalah itu sulit diselesaikan, karena adanya dilema dalam penggunaan media sosial atau internet. Saat ini hampir tidak mungkin partisipasi sosial seperti perawatan kesehatan, pendidikan, pekerjaan tanpa menggunakan internet. Di sisi lain, penggunaan internet membawa manfaat yang luar biasa, memudahkan dan mempercepat suatu pekerjaan, bahkan beberapa kali bisa membantu mereka bertemu dengan sanak keluarga dan sahabat yang sempat hilang.

Setiap waktu, dunia selalu menemukan inovasi dan teknologi baru, dari mulai penemuan lampu, telepon, transportasi dsb., tapi kita selalu bisa beradaptasi dengan baik. Namun, proses adaptasi kita tidak bisa secepat perkembangan teknologi yang maju. Itulah kelemahannya, sehingga akan lebih banyak dampak buruk yang diterima oleh manusia akibat penggunaan internet, apalagi jika digunakan tanpa batasan.

Solusi?
Sayangnya The Social Dilemma terkesan tidak bisa memberikan solusi secara gamblang. Para narasumber hanya menyarankan untuk beralih kepada alat alternatif lain seperti Qwant untuk mesin pencari tanpa merekam jejak, menambahkan extensions tools pada browser, menghapus aplikasi tidak berguna, bahkan mematikan fitur notifikasi atau menghapus akun sosial mediamu seperti yang disarankan Jaron Lanier, karena sebagian besar timbal balik film ini para penonton menghapus media sosialnya masing-masing. Saya tidak. Mungkin belum.

Kemudian solusi lain yang mereka sarankan dan harapkan, yaitu adanya regulasi, hukum, atau peraturan pembatasan pengumpulan hak privasi pengguna. Solusi itu memang bisa diterima untuk sementara waktu, karena mereka yakin jika peristiwa ini bisa diselesaikan meskipun dalam waktu yang lama.

Sebenarnya selain itu, ada beberapa cara yang mungkin bisa teman-teman lakukan agar terhindar dari dampak media sosial tersebut, diantaranya:
1. Membatasi penggunaan internet pada diri sendiri
Saya sering sekali saat hendak membuka media sosial karena mencari sesuatu teralihkan bahkan terlupakan dengan tujuan awalnya. Sehingga perilaku itu merugikan bahkan menghabiskan waktu, karena setelah ingat kemudian membuka aplikasinya kembali.

2. Mematikan pengaturan notifikasi atau pemberitahuan itu sangat berpengaruh, karena itu sangat mengecoh perhatian kita di dunia nyata. Memang sudah di desain seperti itu, bukan karena kebetulan. Membuat kita kecanduan dan melupakan apa yang seharusnya kita kerjakan. Hal ini bisa dianalogikan dengan slot machine membuat penasaran apa yang akan kita dapatkan. Namun, jika adanya tuntutan pekerjaan, kita bisa memilih prioritas notifikasi untuk aplikasi tertentu seperti email dan pesan. Ingat, hanya aplikasi yang dibutuhkan. Bukan untuk hiburan.

3. Membuat alokasi waktu khusus
Jika tadi saran membatasi penggunaan, sekarang kita tentukan waktu untuk menggunakan media tersebut, seperti untuk menanggapi pemberitahuan pesan. Catatannya jangan menggunakan waktu saat di jam kerja ataupun 30 menit sebelum tidur, begitupun lama waktunya dibuat yang masuk akal.

4. Menentukan jenis waktu yang beragam
Tentukan waktu khusus untuk bekerja, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk tidur. Jangan menghabiskan waktumu di layar hitam ataupun mencampurnya.

5. Mencari kegiatan lain di luar
"Dunia ini begitu indah, lihatlah dan nikmatilah." Ingat, hidup ini cuma sekali.

6. Hilangkan perasaan takut kehilangan sesuatu (FoMo - Fear of Missing Out)
Ini adalah kasus paling sulit dihindarkan, karena seringkali kita ingin terus mengikuti perkembangan zaman dan berita, terutama hal "viral" yang terkesan dilakukan untuk bisa lebih diterima dan klop di lingkungan kita.

7. Mengikuti/follow akun yang kita benci atau jangan pernah klik kolom rekomendasi
Cara ini dilakukan oleh Cathy O'Neil seorang data scientist, salah satu narasumber. Hal ini bisa membuat kita lebih mendapatkan informasi beragam, bukan hanya yang kita sukai saja. Karena sistem media sosial itu akan terus berkembang dan menjadi lebih baik untuk bisa mendekati prediksi apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, yang pada akhirnya kamu hanya menikmati konten tertentu.

8. Ikut bergabung dalam aksi atau event yang diadakan thesocialdilemma.com.

Beberapa cara tersebut seringkali sulit juga dilakukan sama diri sendiri. Tapi mari kita berusaha bersama-sama untuk kebaikan kita sendiri juga. Menyebarkan info film ini saja sudah cukup membantu menyadarkan ssbagian masyarakat untuk tidak terlalu kecanduan teknologi, terutama internet.

Sebenarnya masih banyak sekali hal menarik yang masih bisa dibahas dari film tersebut, tidak cukup dalam satu tulisan saja. Tapi, teman-teman bisa menontonnya sendiri secara detail di Netflix.

Oh iya, ada satu hal yang saya sukai dari film ini, yaitu adanya penggambaran ilustrasi fiksi yang disajikan, dengan menampilkan keluarga dengan 3 orang anak yang menggunakan internet secara beragam, serta analogi personifikasi sistem media sosialnya. Selain itu, adanya sedikit scene dari Terminator maupun Truman Show untuk lebih bisa menghubungkan kasus ini dengan pemahaman orang awam.

Sebagai penutup, bagaimanapun teknologi akan terus berkembang dan maju, suka ya digunakan, tidak ya akan tertinggal. Solusinya kembali lagi kepada kita sebagai pengguna untuk bisa memanfaatkannya dengan baik dan bijak.


* * * 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.